Generasi muda perlu menyadari bahwa Indonesia adalah negara maritim, dengan 17.508 pulau membentuk untaian zamrud khatulistiwa, dirajut oleh lautan yang menghampari 2/3 wilayah Tanah Air Indonesia seluas 5,2 juta km2. Laut sejatinya mempersatukan gugusan kepulauan Nusantara. Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 pun menyatakan Indonesia sebagai negara kepulauan.
Perjuangan menuju cita-cita kita bersama yaitu Indonesia maju "EMAS" 2045 adalah perjuangan ekonomi, perjuangan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Saat ini Indonesia masih terpecah-pecah dalam banyak unit ekonomi kecil-kecil yang kurang/tidak saling mendukung, daerah-daerah belum saling terintegrasi. Menuju Indonesia dengan ekonomi maju di masa depan terlebih dahulu daerah-daerah di Indonesia harus diintegrasikan dengan satu sistem transportasi massal yang dapat diandalkan dan murah, yakni sistem transportasi nasional berporos laut, Laut tidak ada pembatasan fisik sehingga dalam proses pembangunannya tidak diperlukan proses pembebasan lahan (komponen termahal dalam sistem transportasi darat), tidak perlu pula miliaran sak semen atau batang besi baja, sistem transportasi laut hanya memerlukan penataan/pembangunan titik penghubung yang memadai, jika ekosistem sudah tersedia maka pihak swasta sudah siap mengadakan kapal-kapalnya.
Biaya pembangunan "Tol Laut" ini relatif murah dibandingkan dengan tol darat ataupun tol penghubung antar daratan seperti jembatan yang menghubungkan pulau Bali dan pulau Madura. Ekosistem tol laut dapat diwujudkan dengan membangun/menata sarana pelabuhan dan menyediakan kapal-kapal yang akan beroperasi, kemudian ditetapkan pula pengaturan pelayaran dengan frekuensi atau jadwal teratur. Pada tahap awal (masa pengenalan) kemungkinan sebagian kapal akan berlayar tidak dalam kapasitas penuh, namun begitu masyarakat mengetahui keberadaannya yang tentunya memunculkan potensi-potensi pengembangan bisnis, maka kapal-kapal itu akan segera penuh muatan. Dengan demikian dimulailah proses integrasi ekonomi nasional yang akan memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pemerataan dan kebijakan satu harga seperti yang selama ini dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo akan berlangsung secara alamiah sehingga biayanyapun tidak setinggi sekarang dalam upaya pelaksanaan satu harga untuk seluruh wilayah Republik. Tidak hanya bensin atau semen, namun aneka buah-buahan, beras, sayuran, material bahan bangunan, berbagai macam komponen produksi hingga ternak yang siap konsumsi maupun masih hidup akan mudah diangkut dan diantar ke seluruh Nusantara. Khususnya daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal) akan benar-benar dapat merasakan dan memanfaatkan peluang dari konsep Tol Laut ini.
"Jika ekonomi Republik kuat dan terintegrasi, maka aspek-aspek sosial budaya dan politik pertahanan akan segera mengikutinya."
~Faisal Basri~
(Dalam Buku: Menuju Indonesia Emas)
Karakteristik geografis kelautan beserta kebhinekaan Indonesia seharusnya memaksa kita mengutamakan pembangunan ekosistem laut. Lewat laut keberagaman potensi sumber daya alam lebih leluasa bergerak dan dipertukarkan antar daerah dengan ongkos transaksi yang lebih efisien ketimbang mengandalkan transportasi darat ataupun udara. Dengan transportasi laut yang efisien, potensi setiap daerah bisa dioptimalkan lewat proses pertukaran sehingga saling melengkapi dan bersinergi sehingga menghasilkan ekosistem perekonomian nasional yang tangguh dan mandiri, sehingga hasil pembangunan terdistribusi secara lebih merata.
Perwujudan ekosistem laut akan segera mengintegrasikan perekonomian nasional, tidak lagi terfragmentasi seperti selama ini. Integrasi perekonomian perlu disegerakan, bahkan Sejak 2015 kita telah menyepakati untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN, kini kitapun sedang menghadapi tantangan dunia tanpa batas (bonderless world) yang dipicu oleh globalisasi yang nyaris telah menyentuh segala aspek kehidupan. Agar Indonesia dapat berperan besar sebagai salah satu pelaku utama pada perekonomian global maka kita perlu terlebih dahulu menyiapkan dan memperkuat metode dan sistem ekonomi domestik kita terlebih dahulu.
Fakta bahwa ekonomi domestik kita belum terintegrasi, namun kita sudah harus masuk pada globalisasi ekonomi, menyebabkan kita dengan mudah akan menemukan buah jeruk impor yang lebih murah dari jeruk lokal kintamani, begitu pula dengan buah anggur, buah apel dan berbagai jenis buah lainnya. Harga buah lokal kita yang mahal disebabkan karena diangkut dengan truk yang kapasitas maksimalnya hanya sekitar 10 ton, jika perjalanan terkendala seperti kemacetan atau hambatan lainnya di jalan maka akan ada buah yang busuk kemudian menyebabkan kerugian, sedangkan buah impor diangkut dengan kapal-kapal modern berkapasitas besar dengan fasilitas pengatur suhu modern sehingga bisa sampai dengan cepat dalam kondisi segar.
Saat ini hasil bumi dari luar pulau Jawa-Bali mengalami berbagai kendala dan tantangan untuk dikirim ke Jawa-Bali yang merupakan pasar besar dan potensial dengan jumlah penduduk lebih dari 59% dari total jumlah penduduk di seluruh Indonesia, bahkan jika ditambah lagi dengan wilayah penduduk di Sumatera maka sekitar 82% penduduk Indonesia berada di pulau Jawa, Bali dan Sumatera.
Sudah saatnya menagih janji Presiden Joko Widodo mewujudkan visi maritim sebagai simpul utama untuk mengintegrasikan perekonomian sehingga membentuk ketahanan perekonomian nasional yang tangguh dan berkeadilan. Untuk itu, pembangunan sarana dan prasarana angkutan laut harus lebih diutamakan, dengan memperluas dan memodernisasi pelabuhan dari ujung timur sampai ujung barat, dari ujung utara sampai ujung selatan wilayah nusantara seraya membangun armada angkatan laut yang tangguh dan efisien, sehingga terwujud pasar domestik yang terintegrasi.