top of page

“Sumba The Megalithic Island” sebagai Strategi Komunikasi Pariwisata Sumba

Updated: Jan 12, 2021

Pulau Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Luas wilayahnya 10.710 km², dan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 mdpl). Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut Sawu serta Samudra Hindia terletak di sebelah selatan dan barat.

Dalam beberapa tahun terakhir Sumba menjadi perbincangan sebagai destinasi pariwisata baru di Indonesia, memiliki obyek wisata menarik mulai dari kampung adat, pantai, bukit, danau, persawahan, air terjun dengan cirikhas dan keunikannya masing-masing.



Ada dua karya spektakuler ‘masterpiece’ Warisan leluhur yang diwariskan kepada generasi Sumba yaitu Tenun Ikat dan Tradisi Megalitik, keduanya merupakan identitas budaya dan jatidiri orang Sumba yang sampai saat ini masih terjaga dan dijalankan oleh masyarakatnya. Tenun ikat merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Sumba, mereka dengan setia selalu mengenakan Tenun ikat dimanapun mereka berada baik itu dirumah, dikampung bahkan pada acara-acara resmi lainnya. Kelestarian Tenun ikat dapat terus terjaga karena Tenun ikat adalah bagian dari kehidupan masyarakat Sumba sehari-hari, sejak bayi (baru lahir) hingga wafatnya Orang Sumba dibalut dengan tenun ikat.


Tradisi Megalitik Sumba terlihat dari Bebatuan yang terpajang didepan rumah atau di kampung-kampung adat di Sumba mulai dari ujung timur hingga ujung barat Pulau Sumba, mulai dari ujung utara hingga ujung Selatan Pulau Sumba kita akan dengan mudah menemukan batu-batu besar megalitik yang fungsi utamanya adalah tempat peristirahatan terakhir para leluhur, Masyarakat Sumba sangat menghargai Leluhur mereka yang dibuktikan lewat prosesi pemakaman orang Sumba, karena Masyarakat Sumba meyakini siapa yang menghargai kematian maka ia Adalah orang yang sangat menghargai kehidupan.



Peluang pengembangan sektor pariwisata Sumba sangatlah besar karena selain potensi alam yang dimiliki, masyarakat Sumba Juga memiliki Tenun Ikat dan Tradisi Megalitik yang menjadi bagian dari budaya dan kehidupan masyarakatnya. Pariwisata saat ini telah menjadi fenomena sosial dan ekonomi yang menarik, dalam beberapa dekade terakhir pariwisata mengalami pertumbuhan terus-menerus sehingga berhasil menyumbangkan devisa pada negara. Pariwisata mendukung sektor ekonomi untuk tumbuh dan berkembang. Pariwisata modern yang sedang kita alami saat ini terkait erat dengan pengembangan usaha-usaha ekonomi, komunikasi yang mempopulerkan destinasi-destinasi baru. Dinamika ini berpotensi menjadi pendorong utama bagi kemajuan sosial ekonomi suatu negara, daerah ataupun kawasan. Kemajuan usaha-usaha pariwisata telah sama atau bahkan melampaui dari pada aspek ekspor minyak suatu negara, produk makanan atau mobil. Pariwisata telah menjadi ‘Pemain Utama’ dalam perdagangan internasional bahkan dibeberapa negara Pariwisata menjadi sumber pendapatan utama negara.


Mengembangkan pariwisata modern memerlukan usaha-usaha memasarkan destinasi secara terpadu dan terintegrasi. Salah satu yang paling penting didalam pemasaran pariwisata adalah brand destinasi, dimana muatan-muatan komunikasi menjadi penting didalam brand tersebut sebagai representasi dari sebuah destinasi yang dipublish kepada masyarakat domestik maupun masyarakat internasional. “Sumba The Megalithic Island” dipandang sebagai brand destinasi yang cocok untuk pariwisata Pulau Sumba memasuki industri ekonomi pariwisata, berkompetisi sebagai destinasi kawasan sehingga mampu menjadi salah satu pendorong ekonomi kawasan, mendorong pertumbuhan lapangan kerja sekaligus mengembangkan industri kreatif sebagai penghubung antara masyarakat dengan industri pariwisata.



Dari sisi wisatawan dalam beberapa tahun terakhir dapat ditemukan kecendrungan dimana motivasi kegiatan berwisata pada masyarakat posmodern adalah refresing, rekreasi, gaya hidup dan aktualisasi diri. Data wisatawan pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumba Timur (2018) menunjukan sebanyak 34.719 wisatawan lokal dan 1.746 wisatawan internasional berkunjung ke Pulau Sumba, tentu jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Sumba masih dapat ditingkatkan dimasa depan, karena pada tahun yang sama (2018), jumlah wisatawan di Indonesia ada 15.806.191 dan Bali sebagai ‘ibukota pariwisata Indonesia’ dikunjungi 6.060.473 Wisatawan, jika Sumba menyerap 1% saja dari jumlah kunjungan wisatawan ke Bali maka setidaknya ada 60.000 wisatwan yang berkunjung ke Pulau Sumba, Tentu 60.000 wisatawan tersebut adalah wisatawan dengan segmen terpilih (quality tourism), kita mengharapkan mereka adalah wisatawan yang tertarik pada kebudayaan, tradisi, dan ingin merasakan kehidupan bersama masyarakat adat di Sumba, sebagian lagi adalah wisatawan yang ingin berpetualang menikmati keindahan bentangan alam Sumba anugerah dari Sang Pencipta.


Data lain menunjukan bahwa saat ini wisatawan didominasi oleh generasi Y (millenial) dan generasi Z, dimana usia mereka saat ini dibawah 35 tahun. Generasi Y dan Z adalah generasi digital life style dimana mereka sangat akrab bahkan bergantung pada teknologi, segala hal mulai dari mencari informasi hingga melakukan transaksi keuangan atau berbelanja dilakukan melalui smartphone, lihat saja bagaimana cara mereka memesan tiket, membeli makanan, mengabadikan momen atau pemandangan alam yang indah melalui kamera smartphone hingga menguploadnya pada media sosial mereka. Melihat fenomena digital life style wisatawan seperti diungkap sebelumnya, maka diperlukan strategi komunikasi yang menerapkan pola yang sama sehingga dapat diterima oleh segmen wisatwan muda ini, yang memang menurut data adalah pangsa pasar wisatawan terbesar dan berpotensi.


Sebelum bicara lebih jauh, ada empat komponen penting untuk mewujudkan ekosistem pariwisata modern yaitu Destinasi, Aksesibilitas, Sumber Daya dan Kelembagaan Pariwisata kemudian Pemasaran.





Melihat dan mempelajari kebutuhan (destinasi, aksesibilitas, sumber daya, kelembagaan dan juga pemasaran) guna membangun industri pariwisata modern yang ideal maka tentu bagi Sumba ini merupakan jalan panjang yang harus ditempuh, mari kita mulai dengan mendata apa saja yang sudah ada dan Sumba miliki; Destinasi Sumba Timur memiliki Kampung Prailiu, Kampung Pau dan Kampung Rende yang dikenal memiliki Tenun ikat dan berderet batu kubur Megalitik yang merupakan tempat peristirahatan para leluhur mereka, di Sumba Tengah ada juga Kampung Pasunga, Kampung Waipakoja dan Kampung Maderijawa, di Sumba Barat ada Kampung Tarung dan Kampung Prai Ijing, di Sumba Barat Daya ada Kampung Ratenggaro yang melegenda, masuk sebagai topik utama pada buku ‘Berburu dan Berguru di Tanah marapu’ terbitan Rumah Asuh.


Buku Berburu dan Berguru di Tanah Marapu terbitan Rumah Asuh
Buku Berburu dan Berguru di Tanah Marapu terbitan Rumah Asuh


Hospitality/Layanan (kebersihan, keramahan, kenyamanan, keamanan) masih merupakan tantangan yang harus kita hadapi, membangun sumber daya manusia yang tanggap dan mampu melaksanakan standar pelayanan pariwisata, namun Sumba beruntung dengan hadirnya Sumba Hospitality School/Foundation yang sejauh ini mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia terampil dibidang pariwisata, bahkan lulusannya mampu bersaing dan bekerja diluar Sumba, tentunya ini membanggakan dan diharapkan selanjutnya ada kerjasama antara Pemerintah dengan Sumba Hospitality School untuk mendidik pemuda dan pemudi di kampung-kampung adat destinasi wisata sehingga penerapan standar layanan pariwisata dapat diterapkan langsung di kampung-kampung adat oleh generasi muda kampung adat itu sendiri.


Untuk fasilitas Resort dan Hotel kita memiliki Nihi Sumba dan Lelewatu di Sumba Barat, ada juga beberapa city hotel di Waingapu, Waikabubak dan Waitabula namun ada potensi yang masih sangat berpeluang untuk dikembangkan dengan segmentasi wisatawan khusus dan terpilih yaitu adanya Guest House di kampung-kampung adat sehingga wisatawan dapat merasakan hidup sebagai masyarakat kampung adat, ini adalah daya tarik tersendiri khususnya bagi segmen wisatawan pelajar arkeologi, antropologi, arsitektur, linguistik maupun disiplin ilmu lainnya, tidak tertutup kemungkinan juga bagi wisatawan lain yang ingin mendapat pengalaman baru dan berbeda di kampung-kampung adat di Sumba. Selain kampung adat di Sumba juga memiliki obyek wisata alam yang dapat diperkenalkan kepada wisatawan mulai dari danau Waikuri di Sumba Barat Daya, Waikelo Sawah di Sumba Barat, air terjun Matayangu di Sumba Tengah hingga bukit Wairinding di Sumba Timur, beserta obyek wisata pantai di seluruh daratan Sumba yang tidak kalah menakjubkan.


Pemerintah empat kabupaten di Sumba juga harus bekerjasama kemudian melaksanakan fungsinya sebagai regulator, memfasilitasi koordinasi antara biro perjalanan wisata lokal dengan biro perjalanan wisata nasional maupun internasional sehingga upaya memajukan industri pariwisarta Sumba dapat berjalan seirama, dengan visi/tujuan yang sama. Masyarakat adat juga harus merasakan dampak nyata dari kemajuan pariwisata, karena merekalah penjaga keutamaan Sumba, menjaga keberlangsungan kampung-kampung adat di Sumba beserta seluruh produk budayanya. Industri Pariwisata dan masyarakat adat dapat dihubungkan dengan industri kreatif, masyarakat memproduksi produk budaya dengan bantuan/sentuhan desainer sehingga produk tersebut dapat ditingkatkan nilai dan fungsinya sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk berbelanja produk masyarakat kampung adat, tidak lupa menjalin kerjasama dengan pakar/praktisi pemasaran, komunikasi dan juga media untuk memperkuat narasi kampung adat, masyarakat dan produk yang dihasilkan.


Satu lagi potensi besar yang dapat dikembangkan untuk memajukan pariwisata Sumba dan potensi itu dimiliki oleh Sumba Tengah, menarik mengamati perkembangan Sanggar OSA dalam beberapa tahun terakhir, menghimpun penggiat seni musik dan olah suara, tampil pada Karangasem Traditional Village Festival 2018 (salah satu kegiatan dari program pariwisata ‘DISCOVER KARANGASEM’) hingga tampil reguler di Nihi Sumba, menghibur dan memperkenalkan musik bercitarasa Sumba kepada wisatawan internasional merupakan prestasi yang patut diapresiasi dan diperhitungkan. Adanya talenta dan kualitas sumber daya manusia yang terhimpun melalui wadah Sanggar Osa, Kabupaten Sumba Tengah berpeluang menghadirkan destinasi wisata baru di Sumba, yang berkosentrasi pada atraksi, seni pertunjukan dan budaya.


Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah dapat bersinergi dengan Sanggar OSA kemudian membangun Balai Seni Budaya yang secara rutin, konsisten dan terjadwal menampilkan atraksi seni budaya mulai dari seni musik, puisi hingga seni tari yang diyakini dapat memicu hadirnya wisatawan domesitik maupun internasinal.



Berikut adalah desain konsep Balai Seni Budaya Sumba yang diharapkan sebagai ruang temu konsolidasi dan kolaborasi insan maupun komunitas seni budaya di Sumba kemudian mampu memicu para insan maupun komunitasi seni budaya untuk lebih kreatif dan berani melahirkan karya-karya baru sekaligus menjaga karya seni peninggalan leluhur orang Sumba.


Mari kita bayangkan bagaimana teman-teman kita dari Sanggar Osa menampilkan Osamuethnic (perpaduan antara musik tradisonal sumba dengan musik modern), sesekali Mama Ata Ratu atau Haling Kanilu dari Sumba Timur datang bertamu dan tampil dengan jugganya disini, ada juga sanggar tari yang menampilkkan tarian kataga dan tarian lainnya. Bayangkan bagaimana anak-anak muda generasi Sumba berkembang melalui seni dan budaya.




Potensi yang dimiliki Sanggar OSA bisa dimaksimalkan dengan membangun Balai Seni Budaya Sumba dan Sumba Hospitality School/Foundation sebagai penghasil tenaga terampil dibidang hospitality adalah contoh bagaimana kita mendata dan melihat potensi sumber daya yang kita miliki kemudian mengembangkannya menjadi produk/jasa, Sumba Tengah juga memiliki Umbu Karudi seorang seniman megalitik yang workshopnya berpotensi dikunjungi wisatawan yang ingin belajar lebih dalam mengenai budaya megalitik Sumba.






Pada pemaparan diatas terdapat daftar panjang mulai dari Destinasi, Aksesibilitas, Sumber Daya Kelembagaan Pariwisata yang harus mulai dibuat, dibenahi dan dirapikan sistem kerja dan koordinasinya, juga mendesak untuk segera membuat forum pariwisata Sumba yang bertugas memimpin pemikiran dan gerakan sinergisitas pariwisata di Pulau Sumba, jika daftar panjang diatas sudah mampu kita rencanakan dengan baik (masterplan) kemudian berporses untuk diwujudkan maka kita bisa dengan yakin menjadikan pariwisata yang berpadu dengan industri kreatif menjadi tulang punggung pembangunan.


Tahapan selanjutnya tentu adalah pemasaran, dengan brand destinasi yang terdesain baik dan terstruktur akan menentukan arah konten marketing dan copywriting dari suatu destinasi. Konten-konten terarah tersebutlah yang akan dipublish oleh media partner (lokal, nasional, internasional), dengan perubahan dunia dari dunia analog menjadi dunia digital mengharuskan dimaksimalkannya kampanye destinasi melalui jaringan internet, menerapkan SEO & SEM, mengadakan kompetisi-kompetisi yang berkaitan dengan pariwisata seperti Surfing, Offroad, mengadakan festival-festival yang melibatkan para fotografer, videografer, blogger, vlogger guna terciptanya konten-konten berkualitas sebagai konten informasi dari marketing destinasi, mencoba terobosan baru kerjasama dengan para Influencer seperti artis Marion Jola, group band Marapu, akun instagram MarapuHeaven dan lainnya.


Demikian pemikiran dan gagasan untuk pengembangan pariwisata Sumba melalui strategi komunikasi, semoga bermanfaat.


Salam Bhineka Tunggal Ika,

Salam Suara Sabana Tanah Marapu !!!


Denpasar, 25 Juli 2019

Terima Kasih



Herman Umbu Billy

CEO - SumbaMedia HUB

www.umbubilly.com

83 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page